iklanku

kasihku

rinduku

Monday, April 17, 2017

LATIAHAN BIKIN GAMES MENGGUNAKAN CONSTRUC 2

LATIAN BIKIN GAMES MENGGUNAKAN CONSTRUC 2
Terima kasih sudah memilih Construct 2! Saatnya mulai membuat permainan HTML5 pertama anda. Kita akan membuat 'Ghost Shooter' demo game. gamedemo Coba demo gamenya terlebih dahulu jadi anda akan mengerti tujuan yang akan dicapai : Seorang Pemain yang akan menghadap ke arah mouse, bergerak dengan menggunakan 'tombol panah', dan menembak musuh (monster) dengan menggunakan mouse. Anda akan mempelajari semua yang perlu diketahui untuk membuat sebuah game yang sederhana - dari cara memasukkan Layer hingga penggunaan sistem Event.
* Catatan: Harap jangan bertanya pada kolom komentar dalam tutorial ini! Akan lebih baik jika anda mengunjungi forum kami untuk mendapatkan jawaban terbaik dari pertanyaan-pertanyaan anda.

Tutorial-Tutorial Alternatif

Ada sebuah tutorial alternatif bagi pemula: Cara Membuat Platform Game, yang bertujuan untuk membuat 'lompatan-dan-lari pada sebuah platformer' daripada 'top down shooter'. Anda dapat memulai salah satu tutorialnya, akan tetapi kami sangat menyarankan agar anda menyelesaikan kedua tutorial tersebut untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang bagaimana membuat kedua game tersebut.
Ada juga Cara membuat Asteroid Clone di bawah 100 Event yang dibuat oleh Kyatric. Sedikit lebih menantang namun sangatrinci dalam pembuatannya.

Menginstall Construct 2

Jika anda belum memilikinya, segera dapatkan Construct 2 di sini . Construct 2 Editor hanya dapat digunakan pada Windows, akan tetapi permainan yang anda buat dapat dijalankan di berbagai platform, seperti Mac, Linux, dan iPad. Construct 2 juga dapat diinstal pada 'akun user yang terbatas. Sifatnya juga 'portabel', jadi anda bisa menginstallnya di USB Stick, dan bisa dibawa kemanapun!

Memulai

Sekarang Anda sudah siap, jalankan program Construct 2. Klik Tombol file , Dan Pilih New .https://www.scirra.com/images/articles/filenew.png
Pada pilihan New Project , Anda tidak perlu mengganti apapun. Cukup klik New empty project .https://www.scirra.com/images/articles/newprojdialog65.png
Construct 2 akan menyimpan keseluruhan data dalam satu file .capx . Sekarang Anda seharusnya sudah ada pada sebuah layout kosong - sebuah 'desain' dimana anda bisa membuat dan mengatur berbagai objek. Bayangkan saja halaman Layout sama seperti sebuah level dalam permainan atau halaman menunya. Pada program game developer yang lain, Layout dapat berupa roomscene atau frame.

Memasukan Objek

Tiled Background

Hal pertama yang ingin kita lakukan adalah memasukkan background'. Objek Tiled Backgroundlah yang dapat berfungsi sebagai background. Pertama, silakan Anda simpan terlebih dahulu gambar berikut ke dalam sebuah folder - click Kanan Dan simpan ke sebuah folder:
Sekarang, Klik 2x ruang kosong pada Layout untuk memasukkan objek baru. (Selanjutnya, jika Sudah Penuh, dapat juga dilakukan dengan cara click kanan dan pilih Insert New Object.) Saat jendela Insert New Object muncul, Klick 2x pada Tiled Background untuk memasukkannya.Jendela Insert New Object

Sebuah tanda + (disebut crosshair) akan muncul menunjukkan di mana kita akan menempatkan objeknya . Klik dimanapun di tengah Layout. Sekarang jendela Texture Editor muncul, Anda dapat memasukan tekstur (gambar) menjadi gambar 'tile'. Impor atau masukkan 'tile image' yang anda simpan sebelumnya. Klik icon folder untuk memasukkan file, cari di mana Anda menyimpannya tadi, dan pilih gambar tersebut.https://www.scirra.com/images/articles/loadtexturefromfile.png
Tutup jendela Texture Editor dengan cara click tanda X pada bagian paling atas sebelah kanan. Sebagai saran, Pastikan Anda telah menyimpan datanya! Sekarang Anda akan melihat objek Tiled Background yang telah Anda masukkan ke dalam Layout. Saatnya mengubah ukurannya sehingga memenuhi Layout permainan. Pastikan objek tersebut telah terseleksi, lalu di sebelah kiri akan muncul Properties Bar yang menunjukkan semua pengaturan untuk objek tersebut, termasuk ukuran dan posisinya. Atur posisinya menjadi 0, 0 (Layout paling atas sebelah kiri), Dan ukurannya menjadi 1280, 1024 (ukuran Layout).https://www.scirra.com/images/articles/tiledproperties.png
Saatnya meninjau pekerjaan kita. Tahan control dan scroll mouse ke bawah untuk zoom out. Cara alternatif, click viewt - zoom out beberapa kali. Anda dapat juga menekan tombol spasi, atau tombol tengah pada mouse, untuk menggeser. Mudah, kan? Tiled Background Anda kini telah memenuhi seluruh isi Layout:https://www.scirra.com/images/articles/tiledui.jpg
Open full size image

Tekan kombinasi tombol CTRL + 0 atau click view - zoom to 100% untuk kembali ke sudut pandang 1:1.
(!! Jika kamu tipe orang yang 'tidak sabaran' seperti saya, klik icon kecil 'run' pada bar judul Jendela - browser anda akan menampilkan tile Layout sesuai sesuai yang telah Anda buat! Woo Senangnya :D)
AYO LATIHAN BERSAMA

Saturday, April 8, 2017

CERITA SEJARAH ISLAM INDONESIA

CERITA SEJARAH ISLAM INDONESIA
mohon dibaca pelan2.
cerita ini:

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah orang yang sudah meninggal: setiap hari dikirimi doa, tumpeng. Tapi, hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.
Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.
Ternyata, jaman dulu ada orang belanda yang sudah menceritakan santri NU,  namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje itu hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tuganya menghancurkan Islam Indonesia, karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok mewlawan Belanda.
Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Tapi C. Snock Hurgronje belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.
Begitu ke Indonesia, C. Snock Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari C. Snock Hurgronje itu tidak ada.
Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya pangeran. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.
Maka, ketika C. Snock Hurgronje bingung, dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syeh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa. Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego). C. Snock Hurgronje tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz . Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , konslet. Begitu
ditutu , ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice , padahal disini sudah dinamai gabah . Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir , disana masih ruz, rice . Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice. Begitu diambil cicak satu, disini namanya
upa , disana namanya masih ruz, rice . Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih
ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan
ajur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice .
Inilah bangsa aneh, yang membuat C. Snock Hurgronje judeg, pusing. Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal:
(1)kethune miring sarunge nglinting
(berkopiah miring dan bersarung ngelinting), (2)mambu rokok (bau rokok) , (3)tangane gudigen
(tangannya berpenyakit kulit). Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) C. Snock Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa.
Maka, jangankan C. Snock Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di Arab. Iihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah . Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah
kemlinthi , sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” (saja). Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”.
Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini sari pati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia. Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.
Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih 10 juta belum tentu mau.
Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa sedang dalam kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian itu bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit. Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan ada di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-kaya.
Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah. Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni. Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa beragama hindu. Hindu itu, orang
kok ngurusin dunia, kastanya keempat: Sudra . Yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana , kasta yang sudah tidak membicarakan dunia. Dibawah
Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih
ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama. Dibawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama. Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta
Paria , yang hidup dengan meminta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.
Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama.
Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini. Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhairawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco. Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang. Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa.
Akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu
ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara. Supaya bisa ngrogoh sukmo , semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus. Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau tumbuh Sumanto. Ketika sudah pada bisa
ngrogoh sukmo , ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya
ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya
santet . Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet .
Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet . 1500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka dari Turki Utsmani mengirim kembali ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa, namanya Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki Syekh Subakir, kemudian mereka diusir, ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro. Karena Syekh Subakir sepuh, dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi), melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik. Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah . Maka kita punya adat tumpengan. Kalau ada orang banyak komentar mem-
bid’ah -kan, diceritain ini. kalau
ngeyel , didatangi: tapuk mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.
Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di (daerah) Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro. Disana punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.
Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.
Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang. Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan:
“……………. masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”
Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”
Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi. Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.
Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau mananam
syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan. Kalau sekarang dibalik:
akhi, ukhti . Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada . Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat.
Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati. Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya? Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi .
Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang. Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi:
yen ing tawang ono lintang, cah ayu . Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nucuki sabun wangi . Lihat enthok:
menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.
Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan. Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia. Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )
Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuangya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.
Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah . Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer . Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta. Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang , ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji
Bondowoso , kemudian bisa perkasa. Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.
Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar. Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar .
Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang :
kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi. Maka menurut NU ada ngapati, mitoni , karena itu turunnya nyawa.
Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal
Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.
Setelah Mijil , tembangnya Kinanti . Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya. Anak
Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak.
Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai
ndablek , bandel.
Apalagi, setelah Sinom, tembangnya
Asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati.
Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang
Dhandanggula . Merasakan manis dan pahitnya kehidupan.
Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma. Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya.
Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang
Pangkur . Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.
Terakhir, tembangnya Pucung . Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong
Sluku-sluku Bathok , dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut , maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).
Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nakir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir, karena tidak bisa mengucapkan Allah. Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya
alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”
Maka, seperti ini itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya:”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok . Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tapuk mulutnya!
Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu. Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.
Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.
Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil. Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi . Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.
Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir , tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu
sanopo lambang shalat.
Disini itu, apa-apa dengan lambang, simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung.
Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga.
Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat
‘imaadudin , lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor , berayun-ayun. Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebung, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua.
Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu,
kok tidak datang-datang. Padahal tugas imam adalah menunggu makmum. Ditunggu memakai pujian.
Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya –
wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin . Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk.
Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para makmum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.
Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allau Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah .
Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek , geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho , sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaanya dilantunkan dengan keras, agar makmum tahu apa yang sedang dibaca imam.
Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair:
kanjeng Nabi Muhammad,
lahir ono ing Mekkah,
dinone senen,
rolas mulud tahun gajah .
Inilah cara ulama-ulama dulu mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.
Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut.
Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir. Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing.
Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.
Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya.
“Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.
Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di
uber-uber .
Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:
Gundul-gundul pacul, gembelengan
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x
Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun .
Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar. Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan . Kalau kepala memangku amanah rakyat
kok gembelengan , menjadikan
wangkul ngglimpang , amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.
Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi. Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan. Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan,menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda. Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut
wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.
Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada pertanggungjawaban. Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggungjawabi disebut
ra’iyyah . Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini
kok banyak yang bilang tidak Islam.
Nah , sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini,
dzaahiran wa baatinan , akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama. Meski, nama ini tidak gagah. KH. Ahmad Dahlah menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.
Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in .
Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut. Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya
tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa?
Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.
Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali. Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng. Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath, murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.
Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.
Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf
Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran. Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman.
Tetapi begitu para sahabat wafat,
tabi’in harus mengajari dibawahnya. Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.
Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.
Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”. Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”. Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya
ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga . Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.
Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam.
Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut. Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran. Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung. Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.
Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama . Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir. Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika
“wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya.
Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran. Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.
Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten . Kalimah sahadat jadi
kalimosodo . Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu. Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim . Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia. Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi.
Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris. Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang. Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama.
Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia. Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas
nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja.
Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad saw.

Tulisan ini adalah resume ceramah Kiai Ahmad Muwaffiq (PWNU DIY) di Halaman TPQ Matholi’ul Falah, Dk. Pesantren, Ds. Sembongin, Kec. Banjarejo, Kab. Blora, Jawa Tengah, pada 06 Agustus 2016. Dialihtuliskan dan diedit oleh Ahmad Naufa KhoiruFaizun, pengelola blog
ahmadnaufa.wordpress.com, Wakil Sekretaris PC GP Ansor Kabupaten Purworejo,

Friday, March 31, 2017

BELAJAR APP ANDROID

ECLIPSE 
On any computer with Docker 1.11+ installed (Docker 1.12.5+ is recommended):
# Interactive help
docker run -it eclipse/che start

# Or, full start syntax where <path> is a local directory
docker run -it --rm -v /var/run/docker.sock:/var/run/docker.sock -v <path>:/data eclipse/che start

Operate ChePermalink

# Start Eclipse Che with user data saved on Windows in c:\tmp
docker run -it --rm -v /var/run/docker.sock:/var/run/docker.sock -v /c/tmp:/data eclipse/che start
INFO: (che cli): Loading cli...
INFO: (che cli): Checking registry for version 'nightly' images
INFO: (che config): Generating che configuration...
INFO: (che config): Customizing docker-compose for running in a container
INFO: (che start): Preflight checks
         port 8080 (http):       [AVAILABLE]

INFO: (che start): Starting containers...
INFO: (che start): Services booting...
INFO: (che start): Server logs at "docker logs -f che"
INFO: (che start): Booted and reachable
INFO: (che start): Ver: nightly
INFO: (che start): Use: http://<your-ip>:8080
INFO: (che start): API: http://<your-ip>:8080/swagger

# Stop Che
docker run <DOCKER_OPTIONS> eclipse/che stop

# Restart Che
docker run <DOCKER_OPTIONS> eclipse/che restart

# Run a specific version of Che
docker run <DOCKER_OPTIONS> eclipse/che:<version> start

# Get help
docker run eclipse/che

# If boot2docker on Windows, mount a subdir of `%userprofile%` to `:/data`. For example:
docker run <DOCKER_OPTIONS> -v /c/Users/tyler/che:/data eclipse/che start

# If Che will be accessed from other machines add your server's external IP
docker run <DOCKER_OPTIONS> -e CHE_HOST=<your-ip> eclipse/che start

Develop With ChePermalink

Now that Che is running there are a lot of fun things to try:

Pre-ReqsPermalink

HardwarePermalink

  • 1 cores
  • 256MB RAM
  • 300MB disk space
Che requires 300 MB storage and 256MB RAM for internal services. The RAM, CPU and storage resources required for your users’ workspaces are additive. Che Docker images consume ~300MB of disk and the Docker images for your workspace templates can each range from 5MB up to 1.5GB. Che and its dependent core containers will consume about 500MB of RAM, and your running workspaces will each require at least 250MB RAM, depending upon user requirements and complexity of the workspace code and intellisense.
Boot2Docker, docker-machine, Docker for Windows, and Docker for Mac are all Docker variations that launch VMs with Docker running in the VM with access to Docker from your host. We recommend increasing your default VM size to at least 4GB. Each of these technologies have different ways to allow host folder mounting into the VM. Please enable this for your OS so that Che data is persisted on your host disk.

SoftwarePermalink

  • Docker 1.12.5+ recommended, Docker 1.11+ minimum
The Che CLI - a Docker image - manages the other Docker images and supporting utilities that Che uses during its configuration or operations phases. The CLI also provides utilities for downloading an offline bundle to run Che while disconnected from the network.
Given the nature of the development and release cycle it is important that you have the latest version of Docker installed because any issue that you encounter might have already been fixed with a newer Docker release.
Install the most recent version of the Docker Engine for your platform using the official Docker releases, including support for Mac and Windows! If you are on Linux, you can also install using:
wget -qO- https://get.docker.com/ | sh
Verify that Docker is installed with:
# Should print "Hello from Docker!"
docker run hello-world
Sometimes Fedora and RHEL/CentOS users will encounter issues with SElinux. Try disabling selinux with setenforce 0 and check if resolves the issue. If using the latest docker version and/or disabling selinux does not fix the issue then please file a issue request on the issuespage.

Internal/External PortsPermalink

The default port required to run Che is 8080. Che performs a preflight check when it boots to verify that the port is available. You can pass -e CHE_PORT=<port> in Docker portion of the start command to change the port that Che starts on.
Internal ports are ports within a local network. This is the most common senerio for most users when Che is installed on their local desktop/laptop. External ports are ports outside a local network. An example senerio of this would be a remote Che server on a cloud host provider. With either case ports need to be open and not blocked by firewalls or other applications already using the same ports.
All ports are TCP unless otherwise noted.
Port »»»»»»»»Service »»»»»»»»Notes
8080Tomcat Port
8000Server Debug PortUsers developing Che extensions and custom assemblies would use this debug port to connect a remote debugger to che server.
32768-65535Docker and Che AgentsUsers who launch servers in their workspace bind to ephemeral ports in this range. This range can be limited.

Internet ConnectionPermalink

You can install Che while connected to a network or offline, disconnected from the Internet. If you perform an offline intallation, you need to first download a Che assembly while in a DMZ with a network connection to DockerHub.

NetworkingPermalink

Che is a platform that launches workspaces using Docker on different networks. Your browser or desktop IDE then connects to these workspaces. This makes Che a Platform as a Service (PaaS) running on a distributed network. There are essential connections we establish:
  1. Browser –> Che Server
  2. Che Server –> Docker Daemon
  3. Che Server –> Workspace
  4. Workspace –> Che Server
  5. Browser –> Workspace
Che goes through a progression algorithm to establish the protocol, IP address and port to establish a connection for each connection point. If you have launched Che and workspaces do not immediately start, the most common causes are:
  1. Failed Che -> Workspace (set CHE_DOCKER_IP in che.env)
  2. Failed Browser -> Workspace (set CHE_DOCKER_IP_EXTERNAL in che.env)
  3. Firewall (required ports are not open)
When you first install Che, we will add a che.env file into the folder you mounted to :/data, and you can configure many variables to establish proper communications. After changing this file, restart Che for the changes to take affect.
Browser --> Che Server
   1. Default is 'http://localhost:${SERVER_PORT}/wsmaster/api'.
   2. Else use the value of CHE_API

Che Server --> Docker Daemon Progression:
   1. Use the value of CHE_DOCKER_DAEMON__URL
   2. Else, use the value of DOCKER_HOST system variable
   3. Else, use Unix socket over unix:///var/run/docker.sock

Che Server --> Workspace Connection:
   - If CHE_DOCKER_SERVER__EVALUATION__STRATEGY is 'default':
       1. Use the value of CHE_DOCKER_IP
       2. Else, if server connects over Unix socket, then use localhost
       3. Else, use DOCKER_HOST
   - If CHE_DOCKER_SERVER__EVALUATION__STRATEGY is 'docker-local':
       1. Use the address of the workspace container within the docker network 
          and exposed ports
       2. If address is missing, if server connects over Unix socket, then use 
          localhost and exposed ports
       3. Else, use DOCKER_HOST and published ports

Browser --> Workspace Connection:
   - If CHE_DOCKER_SERVER__EVALUATION__STRATEGY is 'default':
       1. If set use the value of CHE_DOCKER_IP_EXTERNAL
       2. Else if set use the value of CHE_DOCKER_IP
       3. Else, if server connects over Unix socket, then use localhost
       4. Else, use DOCKER_HOST
   - If CHE_DOCKER_SERVER__EVALUATION__STRATEGY is 'docker-local':
       1. If set use the value of CHE_DOCKER_IP_EXTERNAL
       2. Else use the address of the workspace container within the docker network, 
          if it is set
       3. If address is missing, if server connects over Unix socket, then use 
          localhost
       4. Else, use DOCKER_HOST

Workspace Agent --> Che Server
   1. Default is 'http://che-host:${SERVER_PORT}/wsmaster/api', where 'che-host' 
      is IP of server.
   2. Else, use value of CHE_WORKSPACE_CHE__SERVER__ENDPOINT
   3. Else, if 'docker0' interface is unreachable, then 'che-host' replaced with
      172.17.42.1 or 192.168.99.1
   4. Else, print connection exception
If you suspect that blocked ports, firewall, Che’s network configuration, or websockets are preventing Che from working properly, we provide a browser diagnostic in the lower right corner that runs tests between the browser and the Che server and a generated workspace.

VersionsPermalink

Each version of Che is available as a Docker image tagged with a label that matches the version, such as eclipse/che:5.0.0-M7. You can see all versions available by running docker run eclipse/che version or by browsing DockerHub.
We maintain “redirection” labels which reference special versions of Che:
VariableDescription
latestThe most recent stable release.
5.0.0-latestThe most recent stable release on the 5.x branch.
nightlyThe nightly build.
The software referenced by these labels can change over time. Since Docker will cache images locally, the eclipse/che:<version> image that you are running locally may not be current with the one cached on DockerHub. Additionally, the eclipse/che:<version> image that you are running references a manifest of Docker images that Che depends upon, which can also change if you are using these special redirection tags.
In the case of ‘latest’ images, when you initialize an installation using the CLI, we encode a /instance/che.ver file with the numbered version that latest references. If you begin using a CLI version that mismatches what was installed, you will be presented with an error.
To avoid issues that can appear from using ‘nightly’ or ‘latest’ redirections, you may:
  1. Verify that you have the most recent version with docker pull eclipse/che:<version>.
  2. When running the CLI, commands that use other Docker images have an optional --pulland --force command line option which will instruct the CLI to check DockerHub for a newer version and pull it down. Using these flags will slow down performance, but ensures that your local cache is current.
If you are running Che using a tagged version that is a not a redirection label, such as 5.0.0-M7, then these caching issues will not happen, as the software installed is tagged and specific to that particular version, never changing over time.

Volume MountsPermalink

We use volume mounts to configure certain parts of Che. The presence or absence of certain volume mounts will trigger certain behaviors in the system. For example, you can volume mount a Che source git repository with :/repo to use Che source code instead of the binaries and configuration that is shipped with our Docker images.
At a minimum, you must volume mount a local path to :/data, which will be the location that Che installs its configuration, user data, version and log information. Che also leaves behind a cli.log file in this location to debug any odd behaviors while running the system. In this folder we also create a che.env file which contains all of the admin configuration that you can set or override in a single location.
You can also use volume mounts to override the location of where your user or backup data is stored. By default, these folders will be created as sub-folders of the location that you mount to :/data. However, if you do not want your /instance, and /backup folder to be children, you can set them individually with separate overrides.
docker run -it --rm -v /var/run/docker.sock:/var/run/docker.sock
                    -v <local-path>:/data
                    -v <a-different-path>:/data/instance
                    -v <another-path>:/data/backup
                       eclipse/che:<version> [COMMAND]    

HostingPermalink

If you are hosting Che at a cloud service like DigitalOcean, or Bitnami CHE_HOST must be set to the server’s IP address or its DNS.
We will attempt to auto-set CHE_HOST by running an internal utility docker run --net=host eclipse/che-ip:nightly. This approach is not fool-proof. This utility is usually accurate on desktops, but usually fails on hosted servers. You can explicitly set this value to the IP address of your server:
docker run -it --rm -v /var/run/docker.sock:/var/run/docker.sock
                    -v <local-path>:/data
                    -e CHE_HOST=<your-ip-or-host>
                       eclipse/che:<version> [COMMAND]

Run As UserPermalink

On Linux or Mac, you can run Eclipse Che’s container with a different user identity. The default is to run the Che container as root. You can pass --user uid:gid or -e CHE_USER=uid:gid as a docker run parameter before the eclipse/che Docker image. The CLI will start the eclipse/che-server image with the same uid:gid combination along with mounting /etc/group and etc/passwd. When Che is run as a custom user, all files written from within the Che server to the host (such as che.env or cli.log will be written to disk with the custom user as the owner of the files. This feature is not available on Windows.

Multiple ContainersPermalink

If you want to run multiple Che instances at the same time on the same host, each execution of Che needs to have a different:
  1. Port
  2. Che container name
  3. Data folder
We determine the Che container name with the format <prefix>-<port>. The default prefix is che and can be changed on the CLI with -e CHE_CONTAINER_PREFIX=<name>. If you use the default port, then this value is not added to the container name. However, if you change the port with -e CHE_PORT=<port> then we will use that value as part of the container name.
When the CLI executes, it creates a configuration that ultimately launches a container from eclipse/che-server image which is the image that contains the Che container. This container receives the unique name created above.
You can also optionally just set the name of the container with a UUID by setting -e CHE_CONTAINER=<name>.

Proxy InstallationPermalink

You can install and operate Che behind a proxy:
  1. Configure each physical node’s Docker daemon with proxy access.
  2. Optionally, override workspace proxy settings for users if you want to restrict their Internet access.
Before starting Che, configure Docker’s daemon for proxy access. If you have Docker for Windows or Docker for Mac installed on your desktop and installing Che, these utilities have a GUI in their settings which let you set the proxy settings directly.
Please be mindful that your HTTP_PROXY and/or HTTPS_PROXY that you set in the Docker daemon must have a protocol and port number. Proxy configuration is quite finnicky, so please be mindful of providing a fully qualified proxy location.
If you configure HTTP_PROXY or HTTPS_PROXY in your Docker daemon, we will add localhost,127.0.0.1,CHE_HOST to your NO_PROXY value where CHE_HOST is the DNS or IP address. We recommend that you add the short and long form DNS entry to your Docker’s NO_PROXY setting if it is not already set.
We will add some values to che.env that contain some proxy overrides. You can optionally modify these with overrides:
CHE_HTTP_PROXY=<YOUR_PROXY_FROM_DOCKER>
CHE_HTTPS_PROXY=<YOUR_PROXY_FROM_DOCKER>
CHE_NO_PROXY=localhost,127.0.0.1,<YOUR_CHE_HOST>
CHE_HTTP_PROXY_FOR_WORKSPACES=<YOUR_PROXY_FROM_DOCKER>
CHE_HTTPS_PROXY_FOR_WORKSPACES=<YOUR_PROXY_FROM_DOCKER>
CHE_NO_PROXY_FOR_WORKSPACES=localhost,127.0.0.1,<YOUR_CHE_HOST>
The last three entries are injected into workspaces created by your users. This gives your users access to the Internet from within their workspaces. You can comment out these entries to disable access. However, if that access is turned off, then the default templates with source code will fail to be created in workspaces as those projects are cloned from GitHub.com. Your workspaces are still functional, we just prevent the template cloning.

Offline InstallationPermalink

We support offline (disconnected from the Internet) installation and operation. This is helpful for restricted environments, regulated datacenters, or offshore installations. The offline installation downloads the CLI, core system images, and any stack images while you are within a network DMZ with DockerHub access. You can then move those files to a secure environment and start Che.

1. Save Che ImagesPermalink

While connected to the Internet, download Che’s Docker images:
docker run <docker-goodness> eclipse/che:<version> offline
The CLI will download images and save them to /backup/*.tar with each image saved as its own file. You can save these files to a differnet location by volume mounting a local folder to :/data/backup. The version tag of the CLI Docker image will be used to determine which versions of dependent images to download. There is about 1GB of data that will be saved.
The default execution will download none of the optional stack images, which are needed to launch workspaces of a particular type. There are a few dozen stacks for different programming languages and some of them are over 1GB in size. It is unlikely that your users will need all of the stacks, so you do not need to download all of them. You can get a list of available stack images by running eclipse/che offline --list. You can download a specific stack by running eclipse/che offline --image:<image-name> and the --image flag can be repeatedly used on a single command line.

2. Start Che In Offline ModePermalink

Place the TAR files into a folder in the offline computer. If the files are in placed in a folder named /tmp/offline, you can run Che in offline mode with:
# Load the CLI
docker load < /tmp/offline/eclipse_che:<version>.tar

# Start Che in offline mode
docker run <other-properties> -v /tmp/offline:/data/backup eclipse/che:<version> start --offline
The --offline parameter instructs the Che CLI to load all of the TAR files located in the folder mounted to /data/backup. These images will then be used instead of routing out to the Internet to check for DockerHub. The preboot sequence takes place before any CLI functions make use of Docker. The eclipse/che starteclipse/che download, and eclipse/che initcommands support --offline mode which triggers this preboot sequence.

UninstallPermalink

# Remove your Che configuration and destroy user projects and database
docker run eclipse/che:<version> destroy [--quiet|--cli]

# Deletes Che's images from your Docker registry
docker run eclipse/che:<version> rmi

# Delete the Che CLI
docker rmi -f eclipse/che

LicensingPermalink

Che is licensed with the Eclipse Public License.

ConfigurationPermalink

Change Che’s port, hostname, oAuth, Docker, git, and networking by setting Eclipse Che properties.